Minggu, 22 April 2012


Logo Paguyuban Angling Dharma
BILA ANGLINGDHARMO “NAIK” KERETA KELINCI  DAN “NONTON” BIOSKOP MINI.
Anglingdharmo. Siapa yang tak mendengar namanya. Hampir  seluruh rakyat Indonesia pasti pernah mendengar namanya. Bahkan bila mereka “gandrung” nonton serial Anglingdharma di Televisi dipastikan bukan hanya kenal nama. Seluruh rangkaian atau sepenggal cerita tentang Anglingdharmo mereka hafal. Cerita tentang episode Raja di “kerajaan” Malowopati yang bisa berubah menjadi burung belibis. Sebuah cerita “asli” rakyat Bojonegoro yang konon asli atau fiksi.
Nun jauh dari tanah Bojonegoro, lebih dari 1000 KM, tepatnya di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur,  ternyata juga ada Anglingdharmo.  Tapi kali ini dia bukan raja yang bisa berubah jadi burung belibis. Meski dia juga telah berubah “wujud”.   Wujudnya adalah sebuah  perkumpulan orang-orang perantauan asal Bojonegoro yang di Sangatta. Mereka membuat nama paguyuban Anglingdharmo. Wadah “temu kangen” sesama perantauan. Wadah resmi, berakte notaris.
Sebagai Cah  Bojonegoro yang saat ini juga tinggal di Sangatta, saya juga tertarik masuk sebagai anggota Anglingdharmo. Maka, belum genap sebulan tinggal di Sangatta, segera saya mencari tahu siapa pengurus Anglingdharmo. Mau kulo nuwun dan mendaftar sebagai anggota. Ternyata Ketua Paguyuban Anglingdharmo saat ini dipegang seorang anak muda. M Yasin namanya. Umurnya baru 33 tahun. Di Bojonegoro ia asli Cah Bungkal, Desa Mayang Kawis, Kec. Balen. Ia dikenal sebagai salah seorang “pengusaha” muda yang core bisnisnya adalah konveksi di Sangatta.
Lewat Kapten Inf Supono, mantan Perwira Seksi (Pasi) Intel Kodim Sangatta --yang kebetulan asal orang Bojonegoro---, M Yasin, sang ketua Paguyuban diajak mampir ke kantor saya. Kami bertiga akhirnya ngobrol ngalur-ngidul dengan boso Bojonegoroan. “Piye kabarem kang,”kata saya. Kata khas Bojonegoro dengan memberi tekanan akhiran “em”. Sebagai kata ganti kepunyaan. Kalau pacarmu, orang Bojonegoro bilang “pacarem”. Ibumu jadi Ibuem. Komandanmu ya jadi Komandanem.....he he.
Singkat kata, saya menyampaikan keinginan “kumpul-kumpul” dengan seluruh warga Paguyuban. Gayung bersambut, kata sang ketua memang sudah lama paguyuban belum temu kangen. Saya tawarkan rabu malam, pada pertengahan Maret 2012 acara makan malam di rumah dinas Kajari.  “Sampaikan kepada warga paguyuban, ajak suami atau istri dan anak-anaknya,”pesan saya kepada Mas Yasin yang buat undangan.
Undangan jaman “IT” ini memang simpel. Cukup gethok tular lewat SMS. Hitungan menit “terundang” sudah bisa membaca undangan. Efektif sekali. Bahkan para “terundang” sudah bisa membalas bisa hadir atau tidak. Maka, tak perlu waktu lama, mas Yasin sudah bisa mengabari saya, bahwa nanti yang datang akan lebih banyak dari biasanya.
Benar saja. Bukan isapan jempol, malam itu habis Isya’ di rumah dinas, saya dan istri “kebanjiran” tamu warga. Secara bergelombang, satu demi satu undangan hadir ke rumah. Mereka antusias, ada warga Bojonegoro yang jadi Pak Jekso di wilayah tempat mereka merantau. Tak kurang hampir 100 orang (Suami-istri dan anak-anaknya) datang berkumpul malam itu.
Rumah dinas yang biasanya “senyap” berubah ramai. Mulai dari tukang batu, penjual Bakso, Pegawai KPC---Kalimantan Prima Coal---, Polisi, Tentara, Kiai, Anggota DPRD, pengusaha konveksi, penjual ikan bakar, sampai dosen, juga Jaksa—saya sendiri—malam itu kumpul. Obrolan pun bak di kampung sendiri. “Piye leh”. Kata-kata khas orang Bojonegoro Barat Kalitidu-Padangan sesekali terdengar. Kadang juga muncul “Iyo je”. Yang ini pasti orang asal Bojonegoro Timur, Kepohbaru, Kedungadem, Baureno.
Dari temu kangen itu akhirnya saya tahu. Ternyata banyak orang Bojonegoro mengkais rejeki di Kutai Timur. Salah satunya Drs. KH Sobirin—pengusaha bahan bangunan dan anggota DPRD, ketua PKB yang sekaligus ketua MUI Kutim—ternyata anggota paguyuban. Ia “ketarik” dari istrinya yang asli orang Kabunan, Balen, Bojonegoro.
Laskar Anglingdhramo di Sangatta yang paling banyak adalah penjual Bakso. Ternyata Bakso Bojonegoro termasuk “rajanya bakso” di Kutim. Lebih khusus lagi rata-rata dari Padangan, Bojonegoro. Saya juga baru “ngeh” kalau bakso yang tiap hari nongkrong dengan sepeda motor menyambangi Kantor Kejari Sangatta juga salah satu anak buah ‘wong” Padangan. Namanya Mamanya Gladys. Keren kan. Yang tentara ada 3 orang semua dinas di Kodim. Mereka kebanyak dari Kepohbaru dan Sugihwaras. Yang Polisi ada 2, semua berasal dari Kalitidu.
Setelah diawali dengan makan malam, saya memperkenalkan diri sebagai anggota baru, juga sebagai tuan rumah. Kemudian acara dilanjut dengan “tausiah” dari Kang KH Sobirin. Mengutip Kiai Sobirin, orang Bojonegoro ini datang ke Sangatta karena 2 “rang”. Apa itu? faktor “kurang” atau “wirang” (malu). “Kurang karena faktor ekonomi, atau “Wirang” karena habis kalah Pilkades,” guyon Kiai Sobirin.
Setelah Tauziah, saya mengajukan perlunya “sesi” guneman (diskusi) antar anggota. Terutama guneman mencari peluang-peluang bisnis di Kutim. Tentu bisnis “baru” diluar perbaksoan misalnya. Saya mengajukan ide, membuat batik khas Kutim, atau bisnis hiburan anak-anak. Seperti kolam renang mini dan kereta kelinci. “Karena pengamatan saya disini belum ada,”alasan saya. Ternyata pancingan saya berhasil. Suasana menjadi “hidup” setelah membicarakan peluang bisnis. Saling bersautan usul. Tak terasa waktu sampai menunjukkan pukul 23.00 WITA
“Baru kali ini pak suasana menjadi hidup dan ramai dalam pertemuan Paguyuban ,”kata M Yasin sang ketua yang akhirnya mengajak acara diakhiri saja. Mengingat waktu hampir mendekati jam 24.00. Kesimpulan malam itu, acara pertemuan berikutnya akan dilaksanakan di rumah KH Sobirin. Kemudian untuk peluang-peluang bisnis akan dibicarakan secara khusus. Dan acara temu kangen pun akhirnya ditutup.
Seminggu berselang, saya dengan KH Sobirin, Ketua M Yasin, Hariyono, SAg –Dosen STAIS yang dan beberapa anggota Paguyuban kembali bertemu. Secara intens membicarakan peluang-peluang bisnis. Kesimpulannya untuk kolam renang, akan dibangun dan dikembangkan oleh KH Sobirin. Batik, menunggu akan ada lomba design batik khas Kutim. Lantas Kereta kelinci mini, saya sudah menghubungi “pabriknya” di Madiun. “Bulan depan datang. Kita sepakat memberi nama Kereta mini Argo Anglingdarmo. Rute Bukit pelangi,” usul saya. Singkat dan selesai.
Minimal, sang kereta Argo Anglingdharmo nanti saat beroperasi akan menambah uang kas Paguyuban. Manfaat lain? Tentu ada. Minimal, “manisis” dan “kodektur”  kereta nanti akan direkrut dari orang-orang Bojonegoro. “mengurangi pengangguran”. Lantas izin operasi kereta? “sudah ada lampu hijau dari Kapolres. Izin khusus sebagai kendaraan pariwisita”. Masih ada peluang bisnis lain?
Ternyata masih ada. “Bioskop mini,”usul saya lagi terinspirasi bioskop mini di Bojonegoro depan Giant yang tiap hari terlihat selalu antri. Semua sepakat. Segera akan dicari ruko tempat bioskop mini akan “operasikan”. Incaran sudah ada di ruko Jl. Yos Sudarso. Jalan ini memang “tak pernah mati”. Namapun kemungkinan Bioskop mini “Anglingdharmo Theather”. Masih ada lagi? “Cukup...cukup...cukup. Ini dijalankan dulu,”kata saya.(DF)

4 komentar:

  1. selamat datang di bumi batu bara pak..!!

    BalasHapus
  2. siji maneh mas DF, bisnis koran. mungkin iso anglingdharmo pos atau apalah jenenge, ojok radar sangatta (ngko dikiro grup jawa pos hehehe..). opo maneh pemred-e wis ono yo njenengan hehehe.. btw, selamat mas di tempat baruu...

    salam soko tanah jowo
    Agus Muttaqin (AGM) Jawa Pos (agmjawapos@gmail)

    BalasHapus